Tuanku Imam Bonjol
Tuanku
Imam Bonjol adalah pahlawan nasional yang menjadi salah satu
pemimpin dan pejuang dalam melawan penjajan belanda. Selain menjadi seorang
pejuang, Imam Bonjol juga merupakan seorang ulama yang memiliki cita-cita untuk
membersihkan praktek Islam dan mencerdaskan rakyat nusantara dalam wawasan
Islam. Ia lahir di Bonjol, lebih tepatnya di daerah Pasaman, Sumatera Barat
pada tahun 1772. Nama asli dari Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad Shahab. Lahir
dari pasangan Bayanuddin dan Hamatun. Ayahnya merupakan seorang alim ulama dari
Sungai Rimbang, Suliki.
Sebagai
ulama dan pemimpin masyarakat setempat, Tuanku Imam Bonjol memperoleh beberapa
gelar, antara lain yaitu Peto Syarif, Malin Basa, Tuanku Imam, Tuanku nan
Renceh dari Kamang, Agam sebagai salah seorang pemimpin dari Harimau nan
Salapan yang menunjuknya sebagai Imam (pemimpin) bagi kaum Padri di Bonjol. Ia
sendiri akhirnya lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol.
Namanya
dikenal sebagai pemimpin kaum Padri dalam peperangangan yang dikenal dengan
nama Perang Padri. Perang ini merupakan peperangan yang terjadi antara Kaum
Padri dan Kaum Adat akibat pertentangan dalam masalah agama sebelum berubah
menjadi peperangan melawan penjajahan.
Pada awal abad ke-19 kondisi
masyarakat Minangkabau mengalami perubahan setelah banyak warga Minangkabau
kembali dari menunaikan ibadah haji di Mekkah. Kedatangan para haji tersebut
membawa pandangan baru bagi masyarakat Minangkabau yang masih memegang teguh
adat dan kebiasaan lama. Adat lama yang berlaku di Minangkabau adalah
minum-minuman keras, menyabung ayam dan berjudi yang mana sangat bertentangan dan
menyimpang dari ajaran agama islam. Oleh
karena itu, mereka hendak membersihkan penyimpangan-penyimpangan ajaran Islam
yang ada di masyarakat Minangkabau dengan cara mengikuti ajaran Islam. Golongan
yang ingin menjalankan aturan agama Islam di Minangkabau disebut Kaum Padri.
Sedangkan Kaum
Adat masih berpegang atas kebiasaan lama dan menentang usaha pembaruan yang
dilakukan oleh Kaum Padri. Adanya dua pandangan yang berbeda tersebut
menimbulkan ketegangan yang akhirnya meningkat menjadi bentrokan senjata. Walau
sama-sama berdarah Minangkabau, pandangan yang berbeda menyebabkan pertikaian.
Pertentangan
yang semakin meningkat membuat Kaum Adat menjadi terdesak oleh Kaum Padri.
Perlawanan Kaum Padri tersebut dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Karena semakin
terdesak, Kaum Adat meminta bantuan dari pihak penguasa asing untuk melawan
Kaum Padri di Minangkabau yaitu, Belanda. Dengan adanya campur tangan penguasa
asing tersebut, Kaum Padri tidak hanya berhadapan dengan Kaum Adat tetapi
berhadapan juga berlawanan dengan penguasa asing, yaitu Belanda, yang hendak
menanamkan kekuasaannya di Minangkabau.
Kaum Padri melakukan
penyerbuan pada pos Belanda yang dimulai pada tahun 1821. Perlawanan tersebut
dilakukan dengan mendirikan benteng-benteng pertahanan Kaum Padri di daerah
Boneo, Agam, Bonjol dan beberapa tempat lainnya. Pertempuran Kaum Padri melawan
pasukan Belanda tersebut berjalan cukup lama, yaitu sampai dengan tahun 1825.
Pada saat
peperangan berlangsung, belanda juga sedang
menghadapi perlawanan pasukan Pangeran Diponegoro di Pulau Jawa. Sehingga
pasukan Belanda di Minangkabau ditarik ke Pulau Jawa, dan Belanda menggunakan
taktik damai untuk meredam perlawanan Kaum Padri. Meskipun pada akhirnya
perdamaian tersebut gagal karena Belanda sering menekan rakyat Minangkabau.
Bersamaan
dengan berlangsungnya pertempuran di Minangkabau, Belanda juga sedang
menghadapi perlawanan pasukan Pangeran Diponegoro di Pulau Jawa. Akibatnya
adalah pasukan Belanda di Minangkabau banyak yang ditarik ke Pulau Jawa. Akibat
kekurangan pasukan di Minangkabau, Belanda menggunakan taktik damai untuk
meredam perlawanan Kaum Padri. Perdamaian tersebut tidak berlangsung lama
karena Belanda sering menekan rakyat Minangkabau. Sehingga setelah Perang
Diponegoro, pasukan Tuanki Imam Bonjol diserang secara besar-besaran oleh
Belanda.
Pertempuran
sengit berkobar pada tahun 1833 dan akhirnya melemahkan kekuatan Kaum Padri
yang bermarkas di Tanjung Alam. Pemimpin Padri lainnya seperti Tuanku Nan
Cerdik bahkan menyerahkan diri ke pihak Belanda. Pada saat itu Tuanku Imam
Bonjol memimpin perlawanan rakyat Minangkabau seorang diri. Kegigihan Tuanku
Imam Bonjol dalam memimpin perlawanan menyebabkan Belanda harus menambahkan
pasukan gabungan orang Afrika, Eropa dan pribumi.
Setelah
mengalami tekanan-tekanan berat dari pihak musuh, Belanda mengajak Tuanku Imam
Bonjol untuk mengadakan perundingan damai pada tahun 1837. Perundingan ini
digunakan oleh Belanda untuk melihat kekuatan Kaum Padri yang ada di Benteng
Bonjol dan Tuanku Imam Bonjol diharapkan agar rela menyerahkan diri.
Perundingan tersebut gagal tercapai karena pihak Belanda telah melakukan
persiapan untuk mengepung benteng tersebut. Pada saat inilah tepatnya pada tanggal
25 Oktober 1837 Imam Bonjol ditangkap dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat.
Kemudian dipindahkan ke Ambon dan akhirnya ke Lotak, Minahasa, dekat Manado. Di
tempat terakhir itu ia meninggal dunia pada tanggal 8 November 1864. Tuanku
Imam Bonjol dimakamkan di tempat tersebut.
Kesimpulan yang bisa kita dapatkan
dari perjuangan ini adalah besarnya pengorbanan dan perjuangan Tuanku Imam
Bonjol dalam menegakkan ajaran islam dan mempertahankan daerah Minangkabau.
Tuanku Imam Bonjol menurut saya pantas menjadi pemimpin Kaum Padri, karena ia
berpengetahuan tinggi, alim, pantang menyerah, rela berkorban, dan yang
terpenting Imam Bonjol dapat dipercaya oleh kaumnya untuk memimpin mereka.
Namun setiap orang didunia ini tidak diciptakan sempurna. Setiap orang memiliki
kekurangan. Bagi saya, jika kita diposisi Imam Bonjol pada tahun 1837 memang
sangat terdesak dengannya gempuran yang dilakukan oleh Belanda. Sangat
disayangkan bagi saya Imam Bonjol mau berunding dengan Belanda untuk membua
perdamaian. Padahal perjanjian yang sebelumnya pun Belanda telah melanggarnya
dengan menekan terus kaum Minangkabau. Namun saya yakini apa yang telah dia
perbuat untuk kaumnya itu tidaklah sia-sia. Beliau memang pantas dinyatakan sebagai
salah satu Pahlawan Nasional. Keberanian dan ketegaran yang ia miliki tidak
mungkin semua orang dapat memilikinya. Semoga beliau diampuni segala dosanya,
dan diterima disisi Allah swt amin ya rabbal alamin.
0 komentar:
Posting Komentar