Blogger templates

Pages

Sabtu, 02 Juli 2016

Pejuang dan Pahlawan Nasional dari Tanah Minang


Tuanku Imam Bonjol

Tuanku Imam Bonjol adalah pahlawan nasional yang menjadi salah satu pemimpin dan pejuang dalam melawan penjajan belanda. Selain menjadi seorang pejuang, Imam Bonjol juga merupakan seorang ulama yang memiliki cita-cita untuk membersihkan praktek Islam dan mencerdaskan rakyat nusantara dalam wawasan Islam. Ia lahir di Bonjol, lebih tepatnya di daerah Pasaman, Sumatera Barat pada tahun 1772. Nama asli dari Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad Shahab. Lahir dari pasangan Bayanuddin dan Hamatun. Ayahnya merupakan seorang alim ulama dari Sungai Rimbang, Suliki.
Sebagai ulama dan pemimpin masyarakat setempat, Tuanku Imam Bonjol memperoleh beberapa gelar, antara lain yaitu Peto Syarif, Malin Basa, Tuanku Imam, Tuanku nan Renceh dari Kamang, Agam sebagai salah seorang pemimpin dari Harimau nan Salapan yang menunjuknya sebagai Imam (pemimpin) bagi kaum Padri di Bonjol. Ia sendiri akhirnya lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol.
Namanya dikenal sebagai pemimpin kaum Padri dalam peperangangan yang dikenal dengan nama Perang Padri. Perang ini merupakan peperangan yang terjadi antara Kaum Padri dan Kaum Adat akibat pertentangan dalam masalah agama sebelum berubah menjadi peperangan melawan penjajahan.
Pada awal abad ke-19 kondisi masyarakat Minangkabau mengalami perubahan setelah banyak warga Minangkabau kembali dari menunaikan ibadah haji di Mekkah. Kedatangan para haji tersebut membawa pandangan baru bagi masyarakat Minangkabau yang masih memegang teguh adat dan kebiasaan lama. Adat lama yang berlaku di Minangkabau adalah minum-minuman keras, menyabung ayam dan berjudi yang mana sangat bertentangan dan menyimpang dari ajaran agama  islam. Oleh karena itu, mereka hendak membersihkan penyimpangan-penyimpangan ajaran Islam yang ada di masyarakat Minangkabau dengan cara mengikuti ajaran Islam. Golongan yang ingin menjalankan aturan agama Islam di Minangkabau disebut Kaum Padri.
Sedangkan Kaum Adat masih berpegang atas kebiasaan lama dan menentang usaha pembaruan yang dilakukan oleh Kaum Padri. Adanya dua pandangan yang berbeda tersebut menimbulkan ketegangan yang akhirnya meningkat menjadi bentrokan senjata. Walau sama-sama berdarah Minangkabau, pandangan yang berbeda menyebabkan pertikaian.
Pertentangan yang semakin meningkat membuat Kaum Adat menjadi terdesak oleh Kaum Padri. Perlawanan Kaum Padri tersebut dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Karena semakin terdesak, Kaum Adat meminta bantuan dari pihak penguasa asing untuk melawan Kaum Padri di Minangkabau yaitu, Belanda. Dengan adanya campur tangan penguasa asing tersebut, Kaum Padri tidak hanya berhadapan dengan Kaum Adat tetapi berhadapan juga berlawanan dengan penguasa asing, yaitu Belanda, yang hendak menanamkan kekuasaannya di Minangkabau.
Kaum Padri melakukan penyerbuan pada pos Belanda yang dimulai pada tahun 1821. Perlawanan tersebut dilakukan dengan mendirikan benteng-benteng pertahanan Kaum Padri di daerah Boneo, Agam, Bonjol dan beberapa tempat lainnya. Pertempuran Kaum Padri melawan pasukan Belanda tersebut berjalan cukup lama, yaitu sampai dengan tahun 1825.
Pada saat peperangan berlangsung, belanda juga  sedang menghadapi perlawanan pasukan Pangeran Diponegoro di Pulau Jawa. Sehingga pasukan Belanda di Minangkabau ditarik ke Pulau Jawa, dan Belanda menggunakan taktik damai untuk meredam perlawanan Kaum Padri. Meskipun pada akhirnya perdamaian tersebut gagal karena Belanda sering menekan rakyat Minangkabau.
Bersamaan dengan berlangsungnya pertempuran di Minangkabau, Belanda juga sedang menghadapi perlawanan pasukan Pangeran Diponegoro di Pulau Jawa. Akibatnya adalah pasukan Belanda di Minangkabau banyak yang ditarik ke Pulau Jawa. Akibat kekurangan pasukan di Minangkabau, Belanda menggunakan taktik damai untuk meredam perlawanan Kaum Padri. Perdamaian tersebut tidak berlangsung lama karena Belanda sering menekan rakyat Minangkabau. Sehingga setelah Perang Diponegoro, pasukan Tuanki Imam Bonjol diserang secara besar-besaran oleh Belanda.
Pertempuran sengit berkobar pada tahun 1833 dan akhirnya melemahkan kekuatan Kaum Padri yang bermarkas di Tanjung Alam. Pemimpin Padri lainnya seperti Tuanku Nan Cerdik bahkan menyerahkan diri ke pihak Belanda. Pada saat itu Tuanku Imam Bonjol memimpin perlawanan rakyat Minangkabau seorang diri. Kegigihan Tuanku Imam Bonjol dalam memimpin perlawanan menyebabkan Belanda harus menambahkan pasukan gabungan orang Afrika, Eropa dan pribumi.
Setelah mengalami tekanan-tekanan berat dari pihak musuh, Belanda mengajak Tuanku Imam Bonjol untuk mengadakan perundingan damai pada tahun 1837. Perundingan ini digunakan oleh Belanda untuk melihat kekuatan Kaum Padri yang ada di Benteng Bonjol dan Tuanku Imam Bonjol diharapkan agar rela menyerahkan diri. Perundingan tersebut gagal tercapai karena pihak Belanda telah melakukan persiapan untuk mengepung benteng tersebut. Pada saat inilah tepatnya pada tanggal 25 Oktober 1837 Imam Bonjol ditangkap dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Kemudian dipindahkan ke Ambon dan akhirnya ke Lotak, Minahasa, dekat Manado. Di tempat terakhir itu ia meninggal dunia pada tanggal 8 November 1864. Tuanku Imam Bonjol dimakamkan di tempat tersebut.

            Kesimpulan yang bisa kita dapatkan dari perjuangan ini adalah besarnya pengorbanan dan perjuangan Tuanku Imam Bonjol dalam menegakkan ajaran islam dan mempertahankan daerah Minangkabau. Tuanku Imam Bonjol menurut saya pantas menjadi pemimpin Kaum Padri, karena ia berpengetahuan tinggi, alim, pantang menyerah, rela berkorban, dan yang terpenting Imam Bonjol dapat dipercaya oleh kaumnya untuk memimpin mereka. Namun setiap orang didunia ini tidak diciptakan sempurna. Setiap orang memiliki kekurangan. Bagi saya, jika kita diposisi Imam Bonjol pada tahun 1837 memang sangat terdesak dengannya gempuran yang dilakukan oleh Belanda. Sangat disayangkan bagi saya Imam Bonjol mau berunding dengan Belanda untuk membua perdamaian. Padahal perjanjian yang sebelumnya pun Belanda telah melanggarnya dengan menekan terus kaum Minangkabau. Namun saya yakini apa yang telah dia perbuat untuk kaumnya itu tidaklah sia-sia. Beliau memang pantas dinyatakan sebagai salah satu Pahlawan Nasional. Keberanian dan ketegaran yang ia miliki tidak mungkin semua orang dapat memilikinya. Semoga beliau diampuni segala dosanya, dan diterima disisi Allah swt amin ya rabbal alamin.

0 komentar:

Posting Komentar