Rara,
seorang gadis yang cantik, sopan, pandai, suka beribadah, baik hati dan mudah
putus asa. Dia hidup di lingkungan keluarga yang kekurangan, Rara hidup di
lingkungan rumah yang semua penduduknya pemulung. Rara seorang siswi yang
mendududki bangku smp Harapan Kita kelas ix.
Di
sekolah, Rara terkenal dengan kepandaiannya dan disebut sebagai kutu buku oleh
temen temannya. Tetapi tidak sedikit yang begitu salut dan mengaguminya. Karena
dia tidak penah menyianyiakan waktu luangnya. Kerap kali dia mendapat ocehan
dari temannya, tetapi dia tidak pernah marah bahkan dia selalu tersenyum saat
diejek oleh temannya, jika Rara merasa sakit hati pun dia hanya terdiam.
Setelah
pulang sekolah, Rara tidak hanya berdiam diri, dia membantu orangtuanya
walaupun harus menjadi pemulung sekalipun. Dan setiap kali ia mendapatkan uang
hasil kerja kerasnya dia selalu menyisihkan uangnya untuk ditabung tanpa
sepengetahuan kedua orangtuanya. Dia pun tidak pernah mengeluh dengan kehidupan
yang dia jalani. Dia selalu bersyukur atas nikmat dan karunia Allah SWT. Dia
bekerja keras untuk mencapai cita-cita yang dia inginkan. Dan dia yakin suatu
saat nanti dia akan merajut asa walau harus berjalan di atas duri.
Dalam
buku yang sering dia baca ada sekelumit pepatah yang selalu menguatkan Rara
untuk terus bersemangat salah satu pepatahnya “Berakit-rakit ke hulu,
berenang-renang ke tepian” yang artinya bersakit-sakit dahulu, bersenang senang
kemudian. Meski banyak teman-teman Rara yang hidupnya berkecukupan. Dia tidak
pernah iri dengan kehidupan teman-temannya. Untuk apa aku aku hidup
berkecukupan kalau aku tidak pernah bersyukur atas nikmat nikmat Allah, untuk
apa aku hidup berkecukupan kalau tidak ada kasih sayang dari orangtua yang aku
rasakan sampai sekarang ini.
Mungkin perasaan itu yang membuat Rara tidak pernah iri dengan kehidupan teman-temannya yang berkecukupan bahkan terkesan mewah. Karena apa yang mereka inginkan serba ada, tidak seperti kehidupan Rara apabila ia menginginkan sesuatu ia harus bekerja keras.
Mungkin perasaan itu yang membuat Rara tidak pernah iri dengan kehidupan teman-temannya yang berkecukupan bahkan terkesan mewah. Karena apa yang mereka inginkan serba ada, tidak seperti kehidupan Rara apabila ia menginginkan sesuatu ia harus bekerja keras.
Suatu
hari, ibu Rara sakit keras. Dia dan ayahnya kebingungan. Mereka harus berbuat
apa dan bagaimana?
“Ayah, kita bawa ibu ke dokter saja yah?”
“Pakai apa kita membiayainya nak? Ayah tidak punya uang untuk membawa ibumu berobat nak?.”
Rara berlari menuju kamarnya, dia segera mengambil uang tabungannya. Sebelum Rara mengambil uang dari tempat di mana dia menyimpannya, dia merasa bimbang, karena uangnya ingin Rara pergunakan untuk masuk ke SMA yang dia impikan, namun di sisi lain Rara harus membawa ibunya untuk ke dokter.
Tanpa berfikir panjang, dia langsung bergegas mengambil uangnya.
“Ayo ayah, sekarang kita bawa ibu ke dokter!!! Rara ada uang yang Rara Tabung.”
“Tapi Ra, itu kan uang tabunganmu nak ayah yakin kamu menginginkan sesuatu dari uang yang kamu tabung itu bukan?”
jawab ayah.
“Tidak ayah!! Kita harus segara membawa ibu ke dokter ayah! Rara tak ingin melihat ibu sakit ayah, Rara pengin ibu sembuh!!!”
Akhirnya mereka membawa Ibu ke dokter untuk mengetahui keadaan ibu yang sebenarnya.
“Ayah, kita bawa ibu ke dokter saja yah?”
“Pakai apa kita membiayainya nak? Ayah tidak punya uang untuk membawa ibumu berobat nak?.”
Rara berlari menuju kamarnya, dia segera mengambil uang tabungannya. Sebelum Rara mengambil uang dari tempat di mana dia menyimpannya, dia merasa bimbang, karena uangnya ingin Rara pergunakan untuk masuk ke SMA yang dia impikan, namun di sisi lain Rara harus membawa ibunya untuk ke dokter.
Tanpa berfikir panjang, dia langsung bergegas mengambil uangnya.
“Ayo ayah, sekarang kita bawa ibu ke dokter!!! Rara ada uang yang Rara Tabung.”
“Tapi Ra, itu kan uang tabunganmu nak ayah yakin kamu menginginkan sesuatu dari uang yang kamu tabung itu bukan?”
jawab ayah.
“Tidak ayah!! Kita harus segara membawa ibu ke dokter ayah! Rara tak ingin melihat ibu sakit ayah, Rara pengin ibu sembuh!!!”
Akhirnya mereka membawa Ibu ke dokter untuk mengetahui keadaan ibu yang sebenarnya.
Malam
harinya, Rara duduk terdiam dan menangis di teras depan rumahnya.
“Bagaimana Mungkin aku dapat melanjutkan ke jenjang SMA, sedangkan uangku sudah terpakai untuk berobat ibu.” Dalam hatinya dia berkata.
Ayah pun datang menghampiri Rara yang sedang duduk di teras depan rumah. “Ra, maafkan ayah… tak seharusnya kamu gunakan uangmu untuk berobat ibu, harusnya ayah yang membiayai itu…”
“Tidak ayah, ayah tidak perlu meminta maaf sama Rara, Rara anak ayah dan Rara anak ibu. Jadi kalau ada apa-apa dan Rara sanggup itu apapun akan Rara lakukan untuk ayah dan ibu…”
“Kamu memang baik nak, ayah bahagia punya anak sepertimu… terimakasih anakku..”
“Rara pengen Ayah dan Ibu ada di samping Rara kapanpun itu, saat Rara sedih ataupun Bahagia.”
“Bagaimana Mungkin aku dapat melanjutkan ke jenjang SMA, sedangkan uangku sudah terpakai untuk berobat ibu.” Dalam hatinya dia berkata.
Ayah pun datang menghampiri Rara yang sedang duduk di teras depan rumah. “Ra, maafkan ayah… tak seharusnya kamu gunakan uangmu untuk berobat ibu, harusnya ayah yang membiayai itu…”
“Tidak ayah, ayah tidak perlu meminta maaf sama Rara, Rara anak ayah dan Rara anak ibu. Jadi kalau ada apa-apa dan Rara sanggup itu apapun akan Rara lakukan untuk ayah dan ibu…”
“Kamu memang baik nak, ayah bahagia punya anak sepertimu… terimakasih anakku..”
“Rara pengen Ayah dan Ibu ada di samping Rara kapanpun itu, saat Rara sedih ataupun Bahagia.”
Kini
Ujian Nasional sudah di depan mata Rara. Dia mengikuti Ujian itu dengan baik.
Empat hari telah berlalu, kini tinggal menunggu hasilnya.
Hari demi hari Rara jalani untuk memulung untuk mengumpulkan uang, untuk berobat ibunya. Dan di setiap hari-harinya dia selalu berdo’a agar dia LULUS dengan nilai yang memuaskan dan dapat melanjutkan ke SMA impiannya. Tidak lupa Rara selalu mendo’akan ibu dan bapaknya agar mereka senantiasa dalam keadaan sehat.
Hari demi hari Rara jalani untuk memulung untuk mengumpulkan uang, untuk berobat ibunya. Dan di setiap hari-harinya dia selalu berdo’a agar dia LULUS dengan nilai yang memuaskan dan dapat melanjutkan ke SMA impiannya. Tidak lupa Rara selalu mendo’akan ibu dan bapaknya agar mereka senantiasa dalam keadaan sehat.
Tiba
saatnya hari pengumuman kelulusan.
Dag… dig… dug jantung Rara berdebar debar. Air matanya mulai menghiasi wajahnya yang cantik jelita itu.
“Rara Eka Putri Cahyani”
Di panggillah namanya, saat dia membuka sebuah kertas yang tertera namannya dia dinyatakan Lulus dan nilainya pun sangat memuaskan.
Di samping itu Rara dinobatkan sebagai siswa terbaik di SMPnya.
Kini Rara tinggal melangkah ke SMA dengan mudah.
Tetapi apa yang terjadi? Rara menangis karena dia tidak punya biaya untuk masuk ke SMA yang impikan.
Rara memutuskan untuk pulang ke rumah, di sepanjang jalan dari sekolah sampai rumah Rara masih terus menangis. Dia melihat ibunya yang sedang duduk di teras rumah, Rara berlari memeluk ibunya.
“Rara, apa yang terjadi pada dirimu nak? Mengapa kau menangis seperti ini? Apa yang membuatmu menangis nak? Bagaimana dengan hasil Ujian yang kamu hadapi kemarin?”
“Bu.. ibu.. Rara mendapatkan nilai yang sangat bagus dan memuaskan ibu, Rara pun dinobatkan sebagai siswa terbaik di sekolah bu.”
“Ibu bahagia mendengarnya nak, kamu memang anak ibu yang baik, pandai dan cantik. Anak ibu yang sangat ibu sayang. Lalu apa yang membuat anak ibu yang cantik ini menangis?”
“Rara menangis, karena Rara ingin melanjutkan sekolah Rara di SMA yang Rara impikan bu, tapi itu tidak terwujud.”
“Bacalah ini anakku, siapa tau ini dapat membuatmu tersenyum kembali.”
Ibu menyerahkan surat kepada Rara. Setelah Rara membacanya raut wajahnya kini berubah menjadi kebahagiaan, membuat wajah cantiknya semakin terlihat.
“Ibu.. ibu.. Rara tidak mimpikan? Ibu apa ini benar?”
Ibu hanya tersentum untuk Rara.
“Ikutlah tes seleksi beasiswa di SMA harapanmu itu nak, ibu yakin kamu pasti bisa. Ibu ingin melihatmu sukses, dan ingin melihatmu meraih cita-cita yang kamu inginkan anakku.”
Dengan penuh yakin dan semangat Rara akan membuktikan bahwa dia bisa, dan dia dapat mengabulkan permohonan ibunya.
Dag… dig… dug jantung Rara berdebar debar. Air matanya mulai menghiasi wajahnya yang cantik jelita itu.
“Rara Eka Putri Cahyani”
Di panggillah namanya, saat dia membuka sebuah kertas yang tertera namannya dia dinyatakan Lulus dan nilainya pun sangat memuaskan.
Di samping itu Rara dinobatkan sebagai siswa terbaik di SMPnya.
Kini Rara tinggal melangkah ke SMA dengan mudah.
Tetapi apa yang terjadi? Rara menangis karena dia tidak punya biaya untuk masuk ke SMA yang impikan.
Rara memutuskan untuk pulang ke rumah, di sepanjang jalan dari sekolah sampai rumah Rara masih terus menangis. Dia melihat ibunya yang sedang duduk di teras rumah, Rara berlari memeluk ibunya.
“Rara, apa yang terjadi pada dirimu nak? Mengapa kau menangis seperti ini? Apa yang membuatmu menangis nak? Bagaimana dengan hasil Ujian yang kamu hadapi kemarin?”
“Bu.. ibu.. Rara mendapatkan nilai yang sangat bagus dan memuaskan ibu, Rara pun dinobatkan sebagai siswa terbaik di sekolah bu.”
“Ibu bahagia mendengarnya nak, kamu memang anak ibu yang baik, pandai dan cantik. Anak ibu yang sangat ibu sayang. Lalu apa yang membuat anak ibu yang cantik ini menangis?”
“Rara menangis, karena Rara ingin melanjutkan sekolah Rara di SMA yang Rara impikan bu, tapi itu tidak terwujud.”
“Bacalah ini anakku, siapa tau ini dapat membuatmu tersenyum kembali.”
Ibu menyerahkan surat kepada Rara. Setelah Rara membacanya raut wajahnya kini berubah menjadi kebahagiaan, membuat wajah cantiknya semakin terlihat.
“Ibu.. ibu.. Rara tidak mimpikan? Ibu apa ini benar?”
Ibu hanya tersentum untuk Rara.
“Ikutlah tes seleksi beasiswa di SMA harapanmu itu nak, ibu yakin kamu pasti bisa. Ibu ingin melihatmu sukses, dan ingin melihatmu meraih cita-cita yang kamu inginkan anakku.”
Dengan penuh yakin dan semangat Rara akan membuktikan bahwa dia bisa, dan dia dapat mengabulkan permohonan ibunya.
Keesokan
harinya, Rara bersiap siap untuk bergegas menuju ke SMA, untuk mengikuti tes
seleksi.
“Ayah.. Ibu.. Rara berangkat, do’akan Rara supaya Rara lolos seleksi.”
Rara berpamitan dengan Ayah yang sedang makan dan dengan ibunya yang sedang berbaring.
“Iya nak, kami selalu berdoa untukmu. Hati-hati di jalan nak” ujar ibunya.
Rara pun tersenyum “Assalamu’alaikum” sambil berjalan ke depan rumah.
“wa’alaikumussalam.”
“Ayah.. Ibu.. Rara berangkat, do’akan Rara supaya Rara lolos seleksi.”
Rara berpamitan dengan Ayah yang sedang makan dan dengan ibunya yang sedang berbaring.
“Iya nak, kami selalu berdoa untukmu. Hati-hati di jalan nak” ujar ibunya.
Rara pun tersenyum “Assalamu’alaikum” sambil berjalan ke depan rumah.
“wa’alaikumussalam.”
Sampai
di SMA, ternyata ada teman kecil Rara yang orangtuanya telah sukses, mereka
bertemu saat mereka akan memasuki ruangan Tes seleksi itu.
setelah beberapa jam mereka selesai mengerjakan tes itu, mereka keluar dari ruangan dan duduk mengobrol, bercanda. Namun saat mereka bercanda Rara tiba-tiba terdiam dan menghentikan candaannya. Zakia temen Rara heran melihat Rara “Ra, apa yang terjadi? Apa kamu sakit?”
Zakia betanya tanya, karena Zakia bingung mengapa tiba-tiba Rara terdiam seperti ini.
“Ki, perasaanku berubah menjadi tidak enak. Apa yang terjadi? Mungkinkah aku akan menangis setelah ini?”
“iya kamu akan menangis bahagia setelah kita melihat hasil tes itu, yakinlah kita lolos” Zakia menenangkan hati Rara.
“Ah kamu bisa aja Ki, tapi bukan itu yang aku maksud Ki”
“Lalu? Sudah Ra, jangan berfikiran yang gak-gak. Yakilah tidak ada apapun yang terjadi, keep smile Rara Temanku yang cantik jelita. Heheheh”
“Halah kamu Ki, bisa aja, heheheh”
Tak lama mereka bercanda dan mengobrol hasil tes seleksi di tempel di papan pengumuman sekolah.
Mereka segera beranjak menuju ke papan pengumuman itu. Dan ternyata mereka lolos seleksi dan mereka diterima di SMA itu. Mereka merasa sangat bahagia, mereka segera pulang untuk membawa kabar bahagia itu untuk keluarganya.
Mereka pun segera pulang ke rumah, untuk menyampaikan hasil tes seleksi itu.
Rara merasa sangat bahagia, dia telah memenuhi ucapan ibunya.
Ibu.. ibu.. Ayah.. ayah..!!!! Lihat ini.. apa yang aku bawa untuk ibu dan ayah.
Rara berlari menuju rumah, tetapi apalah yang terjadi, sesampainya di depan pintu, kebahagiaan Rara berubah menjadi duka.
setelah beberapa jam mereka selesai mengerjakan tes itu, mereka keluar dari ruangan dan duduk mengobrol, bercanda. Namun saat mereka bercanda Rara tiba-tiba terdiam dan menghentikan candaannya. Zakia temen Rara heran melihat Rara “Ra, apa yang terjadi? Apa kamu sakit?”
Zakia betanya tanya, karena Zakia bingung mengapa tiba-tiba Rara terdiam seperti ini.
“Ki, perasaanku berubah menjadi tidak enak. Apa yang terjadi? Mungkinkah aku akan menangis setelah ini?”
“iya kamu akan menangis bahagia setelah kita melihat hasil tes itu, yakinlah kita lolos” Zakia menenangkan hati Rara.
“Ah kamu bisa aja Ki, tapi bukan itu yang aku maksud Ki”
“Lalu? Sudah Ra, jangan berfikiran yang gak-gak. Yakilah tidak ada apapun yang terjadi, keep smile Rara Temanku yang cantik jelita. Heheheh”
“Halah kamu Ki, bisa aja, heheheh”
Tak lama mereka bercanda dan mengobrol hasil tes seleksi di tempel di papan pengumuman sekolah.
Mereka segera beranjak menuju ke papan pengumuman itu. Dan ternyata mereka lolos seleksi dan mereka diterima di SMA itu. Mereka merasa sangat bahagia, mereka segera pulang untuk membawa kabar bahagia itu untuk keluarganya.
Mereka pun segera pulang ke rumah, untuk menyampaikan hasil tes seleksi itu.
Rara merasa sangat bahagia, dia telah memenuhi ucapan ibunya.
Ibu.. ibu.. Ayah.. ayah..!!!! Lihat ini.. apa yang aku bawa untuk ibu dan ayah.
Rara berlari menuju rumah, tetapi apalah yang terjadi, sesampainya di depan pintu, kebahagiaan Rara berubah menjadi duka.
Rara
menjadi lemah tanpa daya, dia segera memeluk dan menangis di tubuh ibunya yang
sudah tidak bernyawa lagi.
Kini Ibu Rara telah meninggalkan Rara dan Ayahnya.
Rara masih terus mengingat ucapan-ucapan terakhir dari ibunya.
Setelah kepergian ibunya Rara menjadi anak yang sangat pendiam dan jarang tersenyum.
Semangatnya mulai perlahan lahan turun dan patah. Dia selalu menangis saat dia teringat dengan sosok ibunya.
“Anakku yang cantik, apa yang terjadi dengan dirimu nak? Mengapa kini kau menjadi pendiam dan jarang tersenyum? Kemana anak ayah yang dulu selalu tersenyum?”
“Tapi ayah, ibu tak ada di sampingku. Bagaimana aku dapat tersenyum dan bersemangat?”
Rara pun mulai menangis lagi, dia memeluk ayahnya.
“Masih ada ayah di sini nak, yang selalu mendukungmu, yang selalu menyemangatimu. Ibumu ada di sampingmu, dia selalu mendampingimu mengerjar cita cita.”
Setelah mendengar perkataan ayahnya kini semangat Rara kembali lagi, dan Rara kini mulai tersenyum kembali.
Kini Ibu Rara telah meninggalkan Rara dan Ayahnya.
Rara masih terus mengingat ucapan-ucapan terakhir dari ibunya.
Setelah kepergian ibunya Rara menjadi anak yang sangat pendiam dan jarang tersenyum.
Semangatnya mulai perlahan lahan turun dan patah. Dia selalu menangis saat dia teringat dengan sosok ibunya.
“Anakku yang cantik, apa yang terjadi dengan dirimu nak? Mengapa kini kau menjadi pendiam dan jarang tersenyum? Kemana anak ayah yang dulu selalu tersenyum?”
“Tapi ayah, ibu tak ada di sampingku. Bagaimana aku dapat tersenyum dan bersemangat?”
Rara pun mulai menangis lagi, dia memeluk ayahnya.
“Masih ada ayah di sini nak, yang selalu mendukungmu, yang selalu menyemangatimu. Ibumu ada di sampingmu, dia selalu mendampingimu mengerjar cita cita.”
Setelah mendengar perkataan ayahnya kini semangat Rara kembali lagi, dan Rara kini mulai tersenyum kembali.
Tak
terasa sudah 3 tahun Rara SMA. Kini Ujian Nasional akan Rara hadapi.
Rara memang siswa yang sangat pandai. Dia sudah ditawarkan oleh dosen untuk masuk ke Perguruan Tinggi yang banyak diinginkan banyak orang.
Rara memang siswa yang sangat pandai. Dia sudah ditawarkan oleh dosen untuk masuk ke Perguruan Tinggi yang banyak diinginkan banyak orang.
setelah
Lulus dari SMA, dia melanjutkan kuliah.
Di samping kuliah dia juga mulai belajar meniti karirnya sebagai pengusaha.
Kini perlahan-lahan dia mulai menjadi pengusaha yang sangat sukses walaupun dia masih kuliah. Dan kini dia mulai merubah kehidupan keluarganya berkat ketekunan, keuletan dan semangat yang dia perjuangkan.
Setelah Selesai kuliah kini dia benar-benar menjadi pengusaha yang sangat sukses.
Apa yang Rara cita-citakan telah terwujud semua.
Rara sangat bahagia karena dia dapat membuktikan dan memenuhi apa yang ibunya inginkan.
Ayah, ibu.. Kini aku menjadi pengusaha yang sangat sukses, dan cita citaku yang aku Impikan sejak aku SMP telah terwujud semua.
Di samping kuliah dia juga mulai belajar meniti karirnya sebagai pengusaha.
Kini perlahan-lahan dia mulai menjadi pengusaha yang sangat sukses walaupun dia masih kuliah. Dan kini dia mulai merubah kehidupan keluarganya berkat ketekunan, keuletan dan semangat yang dia perjuangkan.
Setelah Selesai kuliah kini dia benar-benar menjadi pengusaha yang sangat sukses.
Apa yang Rara cita-citakan telah terwujud semua.
Rara sangat bahagia karena dia dapat membuktikan dan memenuhi apa yang ibunya inginkan.
Ayah, ibu.. Kini aku menjadi pengusaha yang sangat sukses, dan cita citaku yang aku Impikan sejak aku SMP telah terwujud semua.